Rabu, 25 Juli 2012

Cerita Pendek

Aku Ingin Menjadi Suaramu

Sejak awal keluarga si wanita menolak dengan keras hubungannya terhadap sang pria. Keluarganya mengatakan bahwa pernikahan harus sesuai dengan latar belakang keluarga dan si wanita akan menderita seumur hidup bila bersamanya.

Karena tekanan keluarga ini lah, pasangan ini sering bertengkar. Meskipun si wanita mencintai si pria, ia terus bertanya kepada si pria : "seberapa besar cintamu kepadaku ?"


Karena si pria tidak pandai dengan kata-kata, sehingga sering menyebabkan si wanita merasa sedih. Dengan begitu dan tekanan dari keluarganya, si wanita sering menumpahkan amarah terhadapnya. Sedangkan si pria hanya menerimanya dengan diam.

Setelah beberapa tahun,
Sang pria akhirnya lulus dan memutuskan untuk melanjutkan studinya di Luar Negeri. Sebelum pergi ia melamar si wanita : "Aku mungkin tidak baik dalam kata-kata. Tapi yang aku tau bahwa aku mencintaimu. Jika kamu mengijinkannya aku akan menjagamu seumur hidupku. Sedangkan untuk keluargamu, aku akan coba yang terbaik untuk bicara pada mereka. Mau kah kau menikah dengan ku??"

Si wanita setuju dan dengan keteguhan hati si pria, keluarga wanita akhirnya menyerah dan setuju dengan pernikahan mereka. Sebelum si pria pergi akhirnya mereka bertunangan.

Sang wanita pergi bekerja, sedangkan si pria berada di Luar Negeri untuk melanjutkan studinya. Mereka berkomunikasi lewat email dan telepon. Meskipun berat namun mereka tak pernah berfikir untuk menyerah.

Suatu hari,
saat sang wanita berangkat ke tempat kerja, ia ditabrak oleh sebuah mobil yang kehilangan kendali. Saat ia bangun, ia melihat kedua orang tuanya berada di dekat tempat tidurnya. Ia menyadari bahwa ia cedera serius. Melihat ibunya menangis, ia ingin menghiburnya. Tetapi ia baru menyadari yang keluar dari mulutya hanyalah rintihan. Ia kehilangan suaranya.

Dokter berkata bahwa benturan dikepalanya membuat ia kehilangan suaranya.Mendengarkan hiburan dari kedua orang tuanya, tapi tidak ada yang bisa keluar dari mulutnya. Ia merasa hancur.

Selama tinggal di rumah sakit, hanya tangisan sunyi yang menemani dia. Saat sampai dirumah, segalanya tampak sama. Kecuali suara dering telepon, yang menusuk hatinya saat berbunyi. Ia tak ingin si pria tau dan tak ingin memberi beban kepadanya, ia menulis surat pada si pria bahwa ia tak bisa menunggu lebih lama lagi.

Dengan itu ia mengirim kembali cincin kepada si pria. Sebagai gantinya, si pria mengirimkan balasan dan menelpon berkali-kali. Namun yang bisa dilakukan si wanita adalah menangis. 

Orang tua si wanita memutuskan untuk pindah, berharap si wanita akan melupakan semuanya dan menjadi gembira.

Akhir cerita,
Di lingkungan yang baru, si wanita belajar bahasa isyarat dan memulai hidup yang baru. Ia mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ia akan melupakan si pria. Suatu hari, temannya datang dan mengatakan bahwa si pria kembali. Ia meminta temannya untuk tidak memberi tahu si pria apa yang terjadi. Sejak itu tidak ada lagi berita apapun dari si pria.

Satu tahun telah berlalu dan temannta datang dengan membawa sebuah surat, berisi sebuah undangan dari pernikahan si pria. Si wanita merasa kecewa. Ketika ia membuka surat itu, ia melihat namanya di sana.

Saat ia akan bertanya kepada temannya apa sebenarnya yang sedan terjadi, ia melihat si pria berdiri di depannya. Si pria menggunakan bahasa isyarat mengatakan, "Aku sudah menghabiskan waktu selama satu tahun untuk belajar bahasa isyarat. Katakan saja padaku bahwa kamu tidak melupakan janjimu. Berikan aku kesempatan untuk menjadi suaramu. Aku mencintaimu." Dengan itu, si pria menyisipkan cicin dijarinya. Ia pun tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar